Rilismedia.co – Samarinda. Polemik pungutan biaya wisuda di beberapa sekolah di Samarinda kembali mencuat dan menuai keluhan dari orang tua. Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah iuran sebesar Rp500 ribu per siswa untuk menggelar acara kelulusan di hotel berbintang.
Bendahara Komite Sekolah SMA Negeri 16 Samarinda, Pron Susanto, menegaskan bahwa pungutan tersebut bukanlah kewajiban yang ditetapkan oleh sekolah. Menurutnya, sekolah hanya memfasilitasi keinginan siswa yang ingin mengadakan perpisahan di tempat tertentu.
“Sekolah tidak pernah mewajibkan pungutan ini. Kami hanya membantu menyediakan fasilitas bagi siswa yang ingin mengadakan wisuda di hotel. Tidak ada paksaan dari pihak sekolah,” ujar Pron Susanto.
Ia juga menyebut bahwa bagi siswa yang kurang mampu, biasanya rekan-rekan mereka berinisiatif membantu dengan sistem patungan agar semua bisa ikut serta dalam acara tersebut.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menekankan pentingnya edukasi menyeluruh bagi semua pihak, termasuk sekolah, guru, orang tua, dan siswa. Menurutnya, komunikasi yang jelas dan transparan harus dikedepankan agar tidak terjadi kesalahpahaman atau ketimpangan informasi.
“Edukasi harus dilakukan di semua pihak, baik guru, sekolah, maupun orang tua. Jangan hanya berpatokan pada kesepakatan tanpa mempertimbangkan dampaknya secara lebih luas,” ujar Novan dalam keterangannya, Kamis (6/2/2025).
Novan juga mengkhawatirkan dampak psikologis yang mungkin dirasakan siswa dari keluarga kurang mampu. Ia menilai bahwa jika tidak dipikirkan dengan matang, kebijakan seperti ini bisa menimbulkan tekanan mental serta perasaan terpinggirkan bagi siswa yang tidak dapat membayar iuran.
“Coba bayangkan bagaimana perasaan anak-anak yang orang tuanya tidak mampu membayar biaya wisuda dan akhirnya tidak bisa ikut? Ini perlu menjadi perhatian serius,” tegasnya.
Sebagai solusi, politisi Partai Golkar itu mendorong agar kebijakan terkait wisuda di sekolah dilakukan dengan koordinasi yang lebih baik antara pihak sekolah, orang tua, dan siswa. Ia juga mengingatkan agar tidak ada perbedaan perlakuan yang bisa berujung pada perundungan (bullying) terhadap siswa dari keluarga kurang mampu.
“Jangan sampai ada kasus bullying hanya karena perbedaan kondisi ekonomi antar siswa. Semua anak berhak merasakan momen kelulusan dengan nyaman,” tutupnya. (syf)