Jakarta, Rilismedia.co – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan bahwa pemilihan umum (pemilu) nasional dan pemilu daerah harus diselenggarakan secara terpisah, dengan jeda waktu paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan. Putusan ini sekaligus mengubah desain pemilu serentak yang selama ini diterapkan secara bersamaan di seluruh tingkatan.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno pengucapan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025). MK menyatakan mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) sebagian.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Inti Putusan: Pemilu Dipisah Bertahap
Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika tidak dimaknai bahwa pemilu nasional dan daerah dilakukan secara bertahap, dengan jarak dua hingga dua setengah tahun.
Pemilu nasional, yang terdiri atas pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, dan DPD RI, diselenggarakan lebih dahulu. Setelah itu, pemilu daerah, yang mencakup pemilihan gubernur, bupati, wali kota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, digelar paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan setelah pelantikan hasil pemilu nasional.
MK menegaskan bahwa seluruh pemungutan suara, baik nasional maupun daerah, tetap harus dilakukan secara serentak di masing-masing tingkatan, dan pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.
Gugatan dari Perludem
Gugatan uji materi ini diajukan oleh Yayasan Perludem yang diwakili Ketua Pengurus Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Irmalidarti. Mereka berpendapat bahwa pemilu serentak lima kotak yang dilaksanakan sekaligus menimbulkan beban berat bagi penyelenggara dan pemilih, serta membuka celah persoalan konstitusionalitas hasil pemilu.
Putusan MK ini menjadi angin segar bagi dorongan reformasi pemilu agar lebih efisien, adil, dan menjaga kualitas demokrasi prosedural.
Implikasi ke Pemilu 2029
Putusan ini tidak akan berdampak langsung terhadap Pemilu 2024 yang telah berlangsung, tetapi menjadi rujukan mutlak dalam desain penyelenggaraan Pemilu 2029 dan Pilkada berikutnya. Artinya, pemilihan kepala daerah tidak lagi digelar bersamaan dengan pemilu legislatif dan presiden seperti yang terjadi pada 2024.
Dengan keputusan ini, pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu akan dihadapkan pada penyesuaian besar terhadap jadwal, peraturan teknis, hingga anggaran.