Barito Utara, Rilismedia.co — Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mendiskualifikasi dua pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Barito Utara Tahun 2024 karena terbukti melakukan praktik politik uang.
Putusan tersebut dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan perkara sengketa hasil Pilkada dengan nomor perkara 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 pada Rabu (14/5/2025).
“Mengadili: dalam pokok permohonan: (4). Menyatakan diskualifikasi Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 (H. Gogo Purman Jaya, S.Sos., dan Drs. Hendro Nakalelo, M.Si.) dan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 (Akhmad Gunadi Nadalsyah, S.E., B.A., dan Sastra Jaya) dari kepesertaan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024,” ujar Suhartoyo.
Selain mendiskualifikasi kedua paslon, MK juga memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Barito Utara untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU). PSU harus dilakukan paling lama 90 hari sejak putusan dibacakan dan tetap menggunakan DPT, DPTb, dan DPK yang digunakan pada pemungutan suara 27 November 2024. PSU akan diikuti oleh pasangan calon baru yang diajukan partai politik atau gabungan partai politik pengusung dalam Pilkada sebelumnya.
Dalam putusan tersebut, MK turut membatalkan beberapa keputusan KPU terkait penetapan hasil dan peserta Pilkada Barito Utara 2024, antara lain:
- Keputusan KPU Kabupaten Barito Utara Nomor 821 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan
- Keputusan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Keputusan 821/2024
- Keputusan Nomor 472 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon
- Keputusan Nomor 475 Tahun 2024 tentang Penetapan Nomor Urut Paslon
Praktik Politik Uang Terbukti dalam Sidang
Dalam permohonannya, Paslon Nomor Urut 1 menuduh Paslon Nomor Urut 2 melakukan praktik politik uang pada PSU di TPS 01 Kelurahan Melayu dan TPS 04 Desa Malawaken. Dugaan tersebut mencakup pembagian uang kepada pemilih dalam tiga tahap:
- Tahap pertama: Rp1 juta per orang pada 26 Desember 2024 di rumah Hj. Mery Rukaini (Ketua DPRD Barito Utara).
- Tahap kedua: Rp5 juta per orang pada 28 Februari 2025 di beberapa lokasi termasuk rumah Nadalsyah alias Koyem dan H. Jimmy Carter.
- Tahap ketiga: Rp10 juta per orang mulai 13 Maret 2025 hingga menjelang PSU 22 Maret 2025.
KPU Barito Utara sebagai termohon dan Paslon 2 sebagai pihak terkait membantah tuduhan tersebut. Namun, MK menyatakan terdapat bukti kuat yang menunjukkan terjadinya praktik politik uang, termasuk rekaman video penggerebekan di rumah di Jalan Simpang Pramuka II pada 14 Maret 2025 (Bukti P-17c).
Keterangan saksi Lala Mariska memperkuat dugaan tersebut. Ia mengaku bertugas memeriksa barang bawaan calon pemilih untuk mengamankan handphone atau alat perekam sebelum menerima uang. Ia juga melihat langsung uang Rp10 juta dalam pecahan Rp100 ribu.
Putusan Pidana Kuatkan Fakta Politik Uang
MK juga menyebut bahwa peristiwa tersebut telah diputus secara hukum pidana. Di antaranya:
- Putusan PN Muara Teweh Nomor 38/Pid.Sus/2025/PN Mtw, tertanggal 21 April 2025 yang menyatakan para terdakwa bersalah menerima uang untuk memilih calon tertentu.
- Putusan PN Muara Teweh Nomor 39/Pid.Sus/2025/PN Mtw, tertanggal 21 April 2025 yang menyatakan para terdakwa terbukti memberi uang untuk memengaruhi pemilih.
- Putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya Nomor 131/PID.SUS/2025/PT PLK, tertanggal 5 Mei 2025 yang menguatkan putusan sebelumnya.
Salah satu terpidana dalam perkara tersebut, Muhammad Al Gazali Rahman alias Deden, terbukti sebagai bagian dari Tim Pemenangan Paslon Nomor Urut 2 berdasarkan surat resmi bertanggal 11 September 2024 (Bukti P-12). Hal ini, menurut MK, menunjukkan adanya hubungan struktural antara tim sukses dan pasangan calon, sehingga pertanggungjawaban tidak hanya berhenti pada pelaksana di lapangan.
Koordinasi dan Pengamanan PSU
MK memerintahkan KPU RI untuk melakukan supervisi dan koordinasi dengan KPU Provinsi Kalimantan Tengah dan KPU Kabupaten Barito Utara dalam pelaksanaan PSU. Hal serupa juga diperintahkan kepada Bawaslu RI dan jajarannya.
Tak hanya itu, MK memerintahkan Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Polda Kalimantan Tengah dan Polres Barito Utara, untuk mengamankan seluruh proses PSU.
Dengan putusan ini, Pilkada Barito Utara menjadi salah satu dari sedikit kasus yang berujung pada diskualifikasi seluruh pasangan calon peserta dan perintah untuk mengulang pemungutan suara secara menyeluruh dengan calon baru.