Samarinda, Rilismedia.co – Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) yang terletak di Jalan Delima, jantung Kota Samarinda, Kalimantan Timur, resmi menghentikan seluruh layanan operasional pada Rabu, 7 Mei 2025. Dua gedung utama rumah sakit tampak tertutup rapat, hanya dijaga oleh lebih dari tiga petugas sekuriti yang berjaga secara bergantian selama 24 jam.
“Iya, sementara ditutup. Saya tidak tahu sampai kapan,” ujar salah satu petugas sekuriti saat ditemui wartawan di lokasi.
Meski operasional dihentikan, sistem penerangan rumah sakit tetap menyala di malam hari. Namun, seluruh perangkat elektronik di dalam gedung seperti pendingin ruangan (AC) telah dimatikan.
Penutupan ini terjadi di tengah polemik internal rumah sakit, terutama menyangkut nasib para karyawannya. Sebelumnya, puluhan karyawan RSHD telah mengadu ke Komisi IV DPRD Kalimantan Timur pada 16 April 2025. Mereka mengeluhkan keterlambatan pembayaran gaji sejak Januari 2025, dengan beberapa di antaranya belum menerima gaji Februari.
Tak hanya itu, karyawan juga mengaku tidak menerima slip gaji, tidak mendapatkan kontrak kerja resmi, dan tidak mengetahui kejelasan pemotongan iuran BPJS Ketenagakerjaan. Lebih lanjut, ada pula laporan mengenai penahanan ijazah asli milik sejumlah karyawan oleh pihak manajemen.
Kondisi ini turut mengundang perhatian dari ahli waris pendiri rumah sakit, Haji Darjad. Muhammad Erwin, perwakilan ahli waris, menyatakan keprihatinannya atas situasi yang terjadi.
“Kami sangat prihatin dan sedih melihat kondisi ini. Rumah sakit ini membawa nama besar Haji Darjad, dan kami berharap manajemen segera berbenah,” kata Erwin.
Erwin mengungkapkan bahwa para ahli waris memiliki 75 persen saham rumah sakit melalui PT Darjad Bina Keluarga (DBK), namun tidak dilibatkan dalam pengelolaan manajemen saat ini. Menurutnya, manajemen rumah sakit yang berlaku sekarang dibentuk oleh PT Medical Etam yang hanya memiliki 25 persen saham, melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 2023, tanpa keikutsertaan PT DBK.
“Waktu itu, kami belum mengurus peralihan kepemilikan saham ke ahli waris sehingga dianggap tidak aktif dan tidak memiliki hak suara,” jelas Erwin.
Ia pun menegaskan bahwa pihak ahli waris tidak lepas tangan, namun tidak memiliki akses atau wewenang untuk terlibat langsung dalam kebijakan manajemen.
“Kami tidak punya akses ke dalam manajemen. Yang bisa kami lakukan hanyalah mengimbau agar persoalan ini segera diselesaikan, agar tak ada lagi pihak yang dirugikan,” pungkasnya.