Rilismedia.co — Harga batu bara terus menunjukkan tren penguatan dalam tiga hari terakhir, didorong oleh langkah Amerika Serikat untuk memperkuat keamanan energi nasional.
Berdasarkan data Refinitiv, harga batu bara per Selasa (27/5/2025) tercatat sebesar US$108,75 per ton, naik 0,37% dibanding penutupan sebelumnya di level US$108,35. Ini merupakan harga tertinggi sejak 11 Maret 2025 atau dalam dua setengah bulan terakhir.
Penguatan harga ini tak lepas dari kebijakan energi terbaru dari Pemerintah AS. Departemen Energi AS memerintahkan agar Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara (PLTU) J.H. Campbell di Michigan tetap beroperasi hingga paling tidak 21 Agustus 2025.
Sebelumnya, fasilitas yang berlokasi di Ottawa County ini direncanakan tutup pada 31 Mei. Dengan kapasitas hingga 1.450 megawatt, pembangkit ini menyuplai listrik bagi sekitar satu juta penduduk.
Selain itu, pemerintah AS juga menambahkan batu bara kokas (coking coal) ke dalam daftar bahan material kritis nasional. Langkah ini bertujuan untuk mendorong produksi domestik dan mengurangi ketergantungan terhadap impor, terutama dalam industri baja yang sangat membutuhkan batu bara kokas sebagai bahan baku utama.
Dalam laporan terbarunya, Departemen Energi menyatakan bahwa peningkatan signifikan dalam produksi batu bara metalurgi domestik diperlukan untuk memperkuat dominasi industri baja AS. Namun, sektor batu bara saat ini menghadapi tantangan serius, termasuk menurunnya investasi, berkurangnya kapasitas operasional, serta tekanan pada infrastruktur dan tenaga kerja.
Kebijakan ini merupakan bagian dari arahan Presiden Donald Trump untuk mengevaluasi sumber daya batu bara nasional. Produsen batu bara kokas di AS berpeluang memperoleh manfaat dari percepatan perizinan tambang, insentif pajak, hingga hibah federal.
Namun demikian, pasar batu bara kokas global tengah mengalami kelebihan pasokan, yang menyebabkan harga turun dan menekan margin keuntungan produsen. Sejumlah perusahaan telah memangkas produksi sejak kuartal IV 2024, dan potensi konsolidasi industri diperkirakan menjadi opsi untuk menjaga keberlanjutan sektor ini.
Langkah-langkah ini mencerminkan upaya serius pemerintah AS dalam memperkuat ketahanan energi serta menjaga daya saing industri domestik di tengah ketidakpastian rantai pasok global.