Rilismedia.co Kukar – Awal tahun 2025 menjadi mimpi buruk bagi Muhammad Musliadi, atau yang akrab disapa Habib Adi. Kapal miliknya, KM Berkat Shinta, dihantam kapal tongkang bertuliskan “Kalimantan Persada 01” milik PT Delta Ayu di perairan Sungai Mahakam, Samarinda, pada 12 Januari 2025 lalu.
Kapal KM Berkat Shinta, yang sehari-hari beroperasi sebagai pengangkut pasir, mengalami kerusakan cukup parah akibat insiden tersebut antara lain pilas body renggang kiri kanan sehingga kenyebabkaj kebocoran kapal.

“Saya kaget sekali waktu itu. Kapal kami rusak berat, ini bukan insiden kecil,” kata Habib Adi saat ditemui.
Beberapa hari setelah kejadian, perwakilan Humas PT Delta Ayu sempat mengunjungi kediaman Musliadi untuk melakukan pendataan dan penghitungan kerugian. Penghitungan itu dilakukan di galangan dok kapal, yang menunjukkan biaya perbaikan mencapai Rp 210 juta.
“Itu murni untuk biaya perbaikan. Belum termasuk kerugian lain,” ujar Habib Adi.
Namun, Musliadi menyayangkan sikap PT Delta Ayu yang dinilai tidak serius. Ia mengungkapkan, perusahaan hanya menawarkan ganti rugi sebesar Rp 60 juta, kemudian naik menjadi Rp 122 juta, jauh dari nilai kerugian sebenarnya yang telah dihitung bersama.
“Tentu kami menolak. Mereka sendiri melihat langsung perhitungannya, tidak ada yang kami tambah-tambahkan,” tegasnya.
Menurut Musliadi, kerugian tidak berhenti di kerusakan kapal saja. Ia menyebut total kerugian yang harus ditanggung mencapai Rp 1,8 miliar, mencakup biaya perbaikan kapal, denda akibat kontrak kerja yang batal, dan upah karyawan selama kapal tidak beroperasi.
“Kerusakan kapal ini berdampak besar. Karyawan tidak bisa bekerja, operasional berhenti, dan kontrak pengangkutan pasir juga terhenti,” jelasnya.
Ia menambahkan, akibat kapal tidak bisa beroperasi, kontrak kerja sama dengan salah satu pengusaha pasir yang nilainya cukup besar harus dihentikan di tengah jalan. Meski begitu, Musliadi tetap berkewajiban membayar kompensasi kepada rekan bisnisnya.
Pondok Pesantren Ikut Terdampak
Tak hanya Musliadi dan keluarganya, insiden ini juga berimbas pada operasional Pondok Pesantren Al-Khair di Martapura, Kalimantan Selatan. Pesantren tersebut menggantungkan dana operasional dan gaji guru dari keuntungan usaha pengangkutan pasir KM Berkat Shinta.
“Seluruh biaya makan santri, operasional, hingga gaji guru diambil dari usaha kapal. Kapal berhenti, semuanya ikut berhenti,” tutur Habib Adi.
Saat ini, sekitar 470 santri dan 17 guru di pesantren itu terdampak langsung. Pembayaran gaji guru pun tersendat sejak kapal tidak lagi beroperasi.
“Kami sudah jelaskan kondisinya kepada para guru. Mereka memahami, tapi ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Pesantren ini bukan hanya tempat belajar, tapi juga tempat tinggal ratusan anak-anak,” lanjutnya.
Habib Adi menegaskan, yang ia tuntut bukan ganti rugi berlebihan, melainkan penggantian sesuai dengan kerugian nyata yang dialami.
“Kami hanya ingin keadilan,” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Delta Ayu belum memberikan tanggapan resmi atas tuntutan ganti rugi dari Habib Adi.