Rilismedia.co – Pasangan tunggal versus kotak kosong pada Pilkada Kaltim 2024 di November nanti tidaklah mencerminkan kesehatan dalam demokrasi.
Bagaimana tidak, masyarakat diperhadapkan dengan pilihan yang telah terpolarisasi secara politik, hal ini menempatkan masyarakat pada posisi dilematis.
Hal tersebut tentunya berkaitan erat dengan keinginan besar masyarakat yang menghendaki regenerasi kepemimpinan daerah dengan seluruh daya kualitasnya yang berorientasi pada masyarakat itu sendiri.
Hari ini, menjelang kontestasi pilkada Kaltim 2024 kita melihat fenomena politik yang terkesan monopolistik partai yang dilakukan oleh seorang calon kepala Daerah.
Hal tersebut memang dibenarkan dalam undang-undang tapi yang dikhawatirkan dengan cara-cara ini adalah lahirnya pemimpin yang hanya akan jadi budak partai politik dan hanya akan menghabiskan masa jabatannya untuk bekerja melayani kepentingan seluruh partai pendukungnya.
Jika demikian maka rakyat hanya akan menjadi “pasar”, yang akan terus dieksploitasi untuk mengembalikan biaya dan modal yang keluar selama proses konsolidasinya.
Dan lagi-lagi masyarakat hanya akan menjadi korban keputusan politik yang pragmatis itu.
Terlebih lagi Partai politik bukanlah representasi dari masyarakat itu sendiri, dengan demikian sudah selayaknya seluruh masyarakat Kalimantan Timur menolak praktik-praktik yang implikasinya sangat mendegradasi kehidupan sosial itu.
Untuk itu dalam kesempatan ini saya menggelorakan suara penolakan kotak kosong dan mengajak seluruh masyarakat Kalimantan Timur lebih kritis sehingga tidak mentah-mentah menerima dan apatis terhadap persoalan politik, karena imbas dari praktik politik yang tidak sehat akan membawa dampak buruk bagi generasi di tahun-tahun mendatang.(*)
Penulis: Sabarno