Rilismedia.co Samarinda — Puluhan kendaraan bermotor di Samarinda mengalami masalah mesin yang diduga akibat penggunaan bahan bakar jenis Pertamax yang telah dioplos.
Banyak bengkel kewalahan menangani kendaraan yang mogok atau mengalami penurunan performa mesin.
Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Kota Samarinda, Dr. Sani Bin Husain, meminta semua pihak segera mengambil langkah solutif agar masyarakat tidak dirugikan. Ia menekankan pentingnya transparansi dalam pengujian kualitas bahan bakar, keterlibatan aparat dalam menerima aduan masyarakat, pemberian kompensasi bagi yang terdampak, serta respons cepat dari pemerintah daerah.
Ia mendesak agar pihar terkait segera melakukan uji laboratorium Independen. Dr. Sani menekankan bahwa pengujian laboratorium bahan bakar tidak boleh dilakukan hanya oleh satu pihak, seperti LEMIGAS atau laboratorium internal Pertamina.
Ia menyarankan agar minimal tiga laboratorium yang kompeten dan berstandar tinggi ikut serta, termasuk SGS (laboratorium resmi Petronas) serta laboratorium dari perguruan tinggi kredibel.
“Pengujian juga harus mencakup berbagai parameter, bukan hanya Research Octane Number (RON), tetapi juga massa jenis, kandungan sulfur, tekanan uap, hingga residu distilasi,” ujar Dr. Sani yang juga merupakan lulusan ilmu kimia, Rabu 2 April 2025.
Selain itu, ia kendesak agar pihak berwajib membuka posko Pengaduan Masyarakat. Hal tersebut agar memudahkan menampung keluhan masyarakat. Menurutnya, banyak pemilik kendaraan yang mengalami masalah cenderung mengadu ke bengkel, bukan ke pihak berwajib.
“Jangan tunggu laporan resmi. Warga Samarinda yang motornya brebet pasti lapornya ke bengkel, bukan ke polisi. Maka harus ada mekanisme proaktif untuk mendata kasus ini,” tegasnya.
Dr. Sani juga menuntut adanya kompensasi bagi masyarakat jika terbukti ada kelalaian yang menyebabkan kerugian. Pihak yang bertanggung jawab, menurutnya, harus memberikan ganti rugi yang sesuai dengan bentuk yang disepakati.
Ia meminta Pemerintah Kota Samarinda lebih responsif dalam menangani kasus ini. Jika ada SPBU yang terbukti melakukan kecurangan, izin usahanya harus dicabut. Ia juga menyarankan Pemkot membuka peluang bagi kompetitor seperti Shell, Vivo, BP AKR, dan Mobil 1 agar ada persaingan sehat dalam kualitas bahan bakar.
“Dengan adanya kompetitor, Pertamina akan terdorong untuk menjaga kualitasnya. Selain itu, pendapatan asli daerah (PAD) juga bisa bertambah,” jelasnya.
Mengakhiri pernyataannya, Dr. Sani mengingatkan bahwa kepercayaan masyarakat adalah hal yang sangat berharga.
“Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak akan percaya. Jangan main-main dengan rakyat!” pungkasnya.