Kutai Timur, Rilismedia.co — Di tengah harapan masyarakat terhadap kemajuan infrastruktur di wilayah pelosok, proyek peningkatan Jalan Tanjung Manis – Susuk (MY) justru menorehkan kekecewaan. Proyek senilai Rp58 miliar yang bersumber dari APBD Kutai Timur tahun anggaran 2023–2024 itu hingga kini belum menunjukkan progres signifikan di lapangan.
Proyek yang seharusnya menghubungkan Kecamatan Sangkulirang dan Kecamatan Sandaran itu tercatat memiliki durasi pelaksanaan selama 441 hari kalender. Namun, menurut pantauan di lapangan, kondisi jalan masih rusak parah dan belum menunjang aksesibilitas masyarakat setempat.

LSM Cakra, sebuah lembaga pemantau kebijakan publik, angkat suara atas mandeknya proyek tersebut. Budi Untoro, Ketua Wilayah LSM Cakra Provinsi Kalimantan Timur, menyebut bahwa proyek bernilai besar ini mencerminkan lemahnya tata kelola dan pengawasan anggaran di tingkat daerah.
“Dengan nilai proyek sebesar itu, publik berhak tahu sudah sampai di tahap mana pengerjaannya, dan apa saja kendalanya. Kalau tidak ada kejelasan, ini patut diduga ada persoalan manajerial hingga potensi penyimpangan,” tegas Budi.
LSM Cakra mendorong dilakukannya audit terbuka oleh Inspektorat Daerah maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar penggunaan anggaran dapat dipertanggungjawabkan secara transparan. Budi juga meminta agar Dinas PUPR Kutai Timur dan pihak kontraktor pelaksana, PT. Delta Batarajaya Jasa Konstruksi, tidak bersembunyi di balik diam.
“Kalau terus dibiarkan tanpa pengawasan, maka kerugian negara hanya akan menjadi kebiasaan baru. Kami di LSM Cakra siap mengawal dan jika perlu mengambil langkah hukum agar masyarakat tidak terus-menerus dikorbankan oleh praktik pembangunan yang tidak bertanggung jawab,” tambahnya.
Menurut Budi, pembangunan di wilayah pelosok seperti Sandaran adalah cerminan sejati dari kehadiran negara.
“Jangan hanya kota yang dibagusin, sementara ujung negeri cuma kebagian janji,” pungkasnya.