Rilismedia.co Jakarta – Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri tengah menyelidiki dugaan korupsi yang terjadi di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero.
Hal ini dikonfirmasi oleh Wakil Kepala Kortastipidkor Polri, Brigadir Jenderal Arief Adiharsa, yang menyatakan bahwa kasus tersebut telah naik ke tahap penyelidikan.
“Masih tahap penyelidikan ya,” ujar Arief Adiharsa, dikutip dari tipidkorpolri.info, Kamis (6/3/2025).
Meskipun belum ada rincian lebih lanjut mengenai kasus yang diusut, sumber dari Inilah.com mengungkapkan bahwa salah satu kasus yang diselidiki berkaitan dengan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 di Kalimantan Barat. Proyek ini diduga merugikan negara hingga Rp1,2 triliun akibat kegagalan pelaksanaan.
Dugaan Korupsi PLTU 1 Kalbar
Proyek PLTU 1 Kalbar dengan kapasitas 2×50 MW ini mulai dikerjakan pada tahun 2008 dengan anggaran dari PT PLN (Persero). Pemenang lelang, Konsorsium BRN (KSO BRN), ternyata tidak memenuhi persyaratan dalam tahap prakualifikasi dan evaluasi penawaran administrasi serta teknis. Namun, kontrak tetap ditandatangani pada 11 Juni 2009 oleh RR selaku Direktur Utama PT BRN dan FM sebagai Direktur Utama PT PLN.
“Dengan nilai kontrak sebesar USD 80 juta dan Rp507 miliar atau sekitar Rp1,2 triliun dengan kurs saat ini,” jelas Arief Adiharsa.
Setelah mendapatkan kontrak, PT BRN mengalihkan seluruh proyek kepada pihak ketiga, yaitu PT PI dan QJPSE, perusahaan energi asal Tiongkok. Sayangnya, proyek ini mengalami kegagalan hingga akhirnya mangkrak sejak 2016 dan tidak bisa dimanfaatkan.
Korupsi Pertamina dan PT Taspen Juga Diselidiki
Selain kasus di PLN, aparat penegak hukum juga tengah menyelidiki dugaan korupsi besar lainnya di dua perusahaan pelat merah, yakni PT Pertamina Patra Niaga dan PT Taspen (Persero).
Kejaksaan Agung saat ini sedang mengusut dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp193 triliun hanya dalam periode 2023.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami kasus investasi fiktif yang melibatkan PT Taspen. Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi investasi fiktif pada tahun anggaran 2019.
Kasus ini berawal pada 2016, ketika PT Taspen menginvestasikan Rp200 miliar dalam Sukuk Ijarah TSP Food II (SIAISA02) yang diterbitkan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) Tbk. Pada 2018, instrumen ini dinyatakan gagal bayar. Namun, pada 2019, Kosasih malah mengarahkan konversi Sukuk tersebut menjadi reksa dana RD I-Next G2, yang dikelola oleh PT IIM.
PT Taspen kemudian menempatkan dana Rp1 triliun ke dalam reksa dana ini, yang ternyata melanggar aturan internal. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp191,64 miliar, ditambah bunga senilai Rp28,78 miliar.
Sejumlah pihak yang diduga mendapat keuntungan dari skema ini antara lain:
1. PT IIM: Rp78 miliar
2. PT VSI (Valbury Sekuritas Indonesia): Rp2,2 miliar
3. PT PS (Pacific Sekuritas): Rp102 juta
4. PT SM (Sinar Mas): Rp44 juta
KPK memastikan akan terus mendalami kasus ini, termasuk kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta keterlibatan korporasi dalam praktik korupsi ini.
Komitmen Penegakan Hukum
Dengan semakin banyaknya kasus korupsi yang melibatkan perusahaan milik negara, baik Polri, Kejagung, maupun KPK berjanji akan terus mengusut kasus-kasus tersebut hingga tuntas. Upaya ini diharapkan dapat mengembalikan kerugian negara serta memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang terlibat.