Balikpapan, Rilismedia.co — Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, menyoroti kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi di Balikpapan, Kalimantan Timur. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direktur Utama Pertamina dan PLN di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (22/5/2025), Mufti mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi tersebut.
Ia menyebut Balikpapan sebagai kota yang memiliki kilang minyak terbesar kedua di Indonesia, namun justru mengalami kelangkaan BBM. Mufti menyebut situasi ini sebagai sebuah ironi.
“Kelangkaan BBM di Balikpapan tentu ini sebuah ironi. Kota minyak, tapi langka minyak. Balikpapan yang selama ini kita tahu bersama salah satu produsen minyak bahkan kilang terbesar minyak nomor dua ada di Balikpapan,” ujar Mufti.
Menurutnya, kelangkaan ini telah memaksa warga untuk mengantre dalam jarak panjang hanya demi mendapatkan BBM.
“Tapi jenengan tahu hari ini negara kita disuguhkan bagaimana antre berkilo-kilometer warga Balikpapan mau beli BBM, Pak,” lanjutnya.
Mufti menilai jika kota seperti Balikpapan saja bisa mengalami kelangkaan, maka daerah lain bisa saja menghadapi kondisi yang lebih parah. Ia juga mengkritisi alasan distribusi yang dinilai tidak cukup menjelaskan penyebab kelangkaan.
“Kalau Patra Niaga wilayah Balikpapan menyampaikan karena kendala distribusi, ini Balikpapan lho, Pak. Ini bukan Papua. Lalu apa yang terjadi tidak cukup menjelaskan dengan kendala distribusi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mufti memperingatkan bahwa kelangkaan BBM ini berpotensi menjadi “bom waktu”, terutama jika tidak segera diatasi. Ia juga menyentil Wali Kota Balikpapan yang disebutnya bepergian ke luar negeri saat warganya kesulitan mendapatkan BBM.
“Termasuk ketika rakyat Balikpapan hari ini kesusahan mengantre BBM, wali kotanya malah pergi ke London, liburan begitu. Kadang memang sensitivitas kita terhadap penderitaan rakyat itu memang kurang, kadang begitu,” katanya.
“Maka harapan kami, Bapak-Bapak harus punya sensitivitas untuk bagaimana bisa segera merespons hal itu dengan cepat,” imbuh Mufti.