Samarinda, Rilismedia.co – Pemblokiran rekening dormant (tidak aktif) tanpa indikasi pidana dinilai melanggar hak konstitusional warga dan berpotensi menggoyahkan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional. Bagi sejumlah pihak, termasuk Anggota Komisi II DPRD Kota Samarinda, Dr Sani Bin Husain, status dormant saja tidak cukup sebagai dasar hukum untuk pemblokiran. Harus ada indikasi tindak pidana yang jelas.
Kritik ini disampaikan Dr Sani merespons kebijakan pemerintah pusat yang tidak hanya memblokir rekening dormant, tetapi juga berencana menyita tanah yang dianggap telantar.
“Iya ini memang akhir zaman, mau dekat kiamat,” ujarnya sambil tertawa kecil, memberi sinyal bahwa kebijakan tersebut sulit diterima akal sehat.
Menurutnya, jika logika ini diteruskan, konsekuensinya bisa semakin absurd.
“Rekening nganggur diblokir, tanah nganggur disita, nanti motor kita nganggur diambil. Udahlah, kita ini jangan aneh-aneh,” sindirnya.
Dr Sani menegaskan, pemerintah seharusnya mengarahkan energi dan kebijakan pada penyitaan aset hasil tindak pidana korupsi, bukan membebani masyarakat.
“Sita itu harta koruptor, sahkan Undang-Undang Perampasan Aset, dan tegakkan hukum. Saya pikir itu lebih berkesan di masyarakat,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa kebijakan yang menekan rakyat tanpa memberi solusi hanya akan memicu reaksi negatif.
“Nanti masyarakat melawan, dikira melawan pemerintah, padahal mereka yang mengalami,” ucapnya.
Sani mencontohkan fenomena di daerah lain di mana masyarakat merespons tantangan dengan aksi besar-besaran.
“Masyarakat ini jangan ditantang,” tegasnya.
Salah satu perisitiwa demonstrasi besar-besaran di Kabupaten Pati akibat menantang masyarakat dengan kebijakan yang tidak masuk di akal.
“Jangankan lima ribu, lima puluh ribu pun. Jengkel aku,” pungkasnya.