Samarinda, Rilismedia.co – Persoalan ketenagakerjaan di Celcius Club Lounge & KTV Samarinda mencuat ke publik. Manajemen perusahaan yang bernaung di bawah PT Borneo Prima Sentosa diduga melaporkan data gaji fiktif ke BPJS Ketenagakerjaan dan membayar upah karyawan di bawah standar upah minimum kota (UMK).
Sejumlah karyawan melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Samarinda. Mereka menuding perusahaan hanya mencatat gaji sesuai UMK di laporan BPJS, yakni Rp3,5 juta, padahal realitanya karyawan menerima upah jauh lebih rendah, hanya Rp1,8 juta–Rp2,5 juta, sementara supervisor sekitar Rp3,6 juta.
Selain persoalan upah, laporan karyawan juga menyinggung status kontrak kerja yang tidak jelas meski ada pekerja yang sudah bertahun-tahun mengabdi. Bahkan, setelah kontrak habis pada 31 Agustus 2025, sejumlah karyawan mengaku dipaksa tetap bekerja dengan sistem harian dan bayaran hanya Rp70 ribu–Rp100 ribu per hari selama dua pekan.
Praktik ini diduga melanggar berbagai regulasi, antara lain:
• UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, mewajibkan perusahaan melaporkan data upah yang benar.
• PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang menegaskan larangan membayar di bawah UMK.
• UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terkait perlindungan status kerja dan upah pekerja.
Jika terbukti, perusahaan terancam sanksi pidana hingga 8 tahun penjara atau denda Rp1 miliar, serta sanksi administratif berupa teguran, denda, hingga penghentian layanan publik tertentu.
Kasus ini kini memasuki tahap mediasi di Disnaker Samarinda. Karyawan mendesak pemerintah menindak tegas manajemen Celcius dan memastikan hak-hak pekerja dipenuhi.
“Data ke BPJS menyebut gaji Rp3,5 juta, tapi realitanya jauh di bawah itu. Kami hanya menerima Rp2,2 juta sampai Rp2,5 juta. Bahkan ada yang dibayar Rp1,8 juta. Ini jelas bentuk pembohongan dan pelanggaran hukum,” ungkap Andi, perwakilan karyawan, Sabtu (27/9/2025).
“Bahkan setelah kontrak selesai, kami dipaksa kerja harian dengan upah sangat rendah. Padahal jelas aturan melarang perlakuan seperti ini,” tegasnya.
“Kami hanya ingin hak Kami dihargai. Upah harus sesuai UMK, status kerja jelas, dan tidak ada lagi permainan data di BPJS. Ini soal keadilan bagi pekerja yang sudah bertahun-tahun mengabdi,” pungkas Andi.