“Kita ini merdeka atau masih mencita-citakan kemerdekaan !!!”
RILISMEDIA.CO – Saudaraku pada Bulan Agustus 2025 ini kita sedang memperingati 80 tahun Dirgahayu kemerdekaan Republik Indonesia. Euforia momentum kemerdekaan ini begitu antusias lahir di kampung-kampung pelosok negeri ini, dimana pengibaran bendera merah putih tidak hanya dihalaman sekolah tapi juga dipinggir tepi pantai atau bahkan di tengah laut, lihat begitu bangga dan bahagiannya mereka menyambut ulang tahun kemerdekaan Negara ini. (Pengibaran Bendera Pusaka Merah Putih di Negeri Lalan Matlean Kab. Seram Bagian Timur), dan ini tidak terjadi di dijakarta dan pusat kota-kota lainnya di Indonesia, begitu bahagianya seorang anak kecil yang memenangkan lomba makan kerupuk, begitu cerianya tawa seorang ibu pemimpin kelompok tarik tambang yang memenangkan lombah tarik tambang. Tapi perlu disadari bahwa bukan simbolisme kemerdekaan yang kita inginkan, kita tidak mengingkan tawa dan ceria sehari lalu kemudian merintih berhari-hari. sesuangguhnya merdeka bukan hanya semata-mata bebas dari segala bentuk penindasan dan penguasaan bangsa asing, tapi merdeka berangkat dari kata ma-har-dika yang artinya berilmu dan bijaksana, bigitulah sesungguhnya makna kemerdekaan.
Merdeka berarti hilngannya penjajahan, bukan berarti hilangnya hutan rimba, bukan berarti melahirkan penjajahan gaya baru dengan merampas tanah adat untuk dijadikan tambang nikel dengan dalih hilirisasi.
Soaudaraku hidup dalam kepaksaan ditengah lelaku sosial adalah bentuk penjajahan yang mestinya dihindari atau bahkan tidak boleh terjadi sama sekali, hal ini didasari pada realitas sosial dimana begitu banyak aktivitas yang dipaksakan guna kita terima sebagai sebuah nasib, lihat saja misalnya konflik sumberdaya alam di raja ampat papua, atau pemerasan rekening tanpa diberi pilihan kepada sipemilik rekening, ini semua adalah bentuk penjajahan Negara pada warga Negara sebetulnya. Lantas apa sesungguhnya yang kita rayakan hari ini. ?
Soaudaraku bahwa merdeka bagi rakyat papua adalah terbunuhnya para Aktivis pejuang nasib Rakyatnya, perut buminya yang digerogoti dengan dalih hilirisasi dan dijual pada negara Asing bahkan disandra Alamnya tanpa sepengetahuan rakyat Papua, (kasus Tersandra Alam Papua oleh PT. Freepot Indonesia). Merdeka bagi papua adalah wilayahnya yang dibagi-bagi oleh pemerintah sekalipun warganya sendiri tidak menyetujui. Pekikan kemerdekaan bagi maluku adalah tetesan darah dan hilangnya ratusan nyawa anak bangsa akibat perang sipil antar masyarakat yang dibaluti dengan Agama, padahal sesungguhnya itu adalah propaganda sumberdaya rempah-rempah dan laut (kasus perang civil tahun 2000 di Maluku). Merdeka bagi Maluku adalah Kesenjangan Pendidikan yang terus menerus dipelihara dan dibiarkan merintih tertatih-tatih berjuang melawan derasnya arus Sungai demi mengenyam pendidikan agar terlihat setara dengan anak bangsa yang ada di Jakarta dan Kota-kota lainnya di Republik ini. (lihat; Tragedi Anak Bangsa di Kecamatan Kilmury Kab. Seram Bagian Timur –Maluku. Demi mengenyam Pendidikan). Dengung kemerdekaan bagi Aceh adalah sebuah tirani yang menghadirkan kekerasan dan menghalalkan pembantaian bagi rakyat sipil. Begitupula teriakan kemerdekaan untuk Sulawesi Utara adalah ketika terumbuh karangnya berubah menjadi Beton-beton raksasa dengan dalih Reklamasi (kasus reklamasi wilaya Manado Utara), dan tentu kemerdekaan bagi kaum minoritas adalah ketika rumah ibadah nya disegel, (kasus Rumah Do’a umat kristiani di segel di Jawa Barat pada 2 Agustus 2025). Serta Kemerdekaan bagi rakyat Indonesia adalah ketika Rekeningnya dijajah dengan dalih mencegah kejahatan keuangan, padahal sesungguhnya ini adalah pemerasan. (kasus pemblokiran Rekening 3 bulan menganggur pada bulan juli 2025)
Saudaraku bukankah kita sepakat bahwa DNA Indonesia ini adalah semangat gotong royong ?, bukankah para pendiri bangsa ini sepakat bahwa Negara Indonesia ini diperuntukkan seutuhnya bagi bangsa Indonesia tanpa memandang suku dan Agama ? bukan kah cita – cita dan semangat kemerdekaan yang digaungkan oleh pendiri bangsa ini adalah karena senasib dan sepenanggungan ? sehingga hasil kesepakatan itu kita tuangkan dalam sebuah dokumen konstitusional sebagai dasar Negara yaitu UUD 1945 bahwa segala bentuk penjajahan diatas muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan keutamaan kemanusiaan dan keutamaan keadilan. hal ini berari bahwa kemerdekaan bukan hanya diperuntukkan untuk manusia tapi juga semua makhluk yang ada di muka bumi, termasuk didalamnya dalah hutan dan perawakannya. ini lah yang kemudian dalam Budha dikatakan “semua makhluk wajib Berbahagia”
Dengan demikian kita mengharapkan kemerdekaan yang dicita-citakan Tan Malaka, dimana merdeka haruslah untuk semua, kita menginginkan kemerdekaan yang dipidatokan Gusdur bahwa Negara Republik Indonesia ini adalah milik bangsa Indonesia seluruhnya. Sehingga kemerdekaan bisa mewujud dalam ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan Sosial, yang didalamnya melebur bersama keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada akhirnya Indonesia adalah beranda sebuah harapan akan cita-cita kemerdekaan yang entah sampai kapan bisa kita rasakan.
Dari Tanah Papua; mari berbahagia sehari tanpa rintihan berhari-hari sembil seruput kopi tanpa gula agar tidak diadili.
WallahuAlambhisawab…
Oleh: Ali Akbar Kaimudin, Penggerak Komunitas Gusdurian Sorong