Rilismedia.co Samarinda – Kebijakan penundaan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) secara nasional hingga tahun 2025 dan 2026 menuai kritik, terutama dari anggota Komisi II DPRD Kota Samarinda, Dr. Sani Bin Husain.
Ia menilai keputusan ini berdampak langsung pada pelayanan publik di daerah, termasuk Samarinda, yang sebenarnya sudah siap secara anggaran.
Sebelumnya, Plt Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Samarinda, Samlian Noor, mengonfirmasi bahwa alasan utama penundaan ini adalah adanya kendala anggaran di beberapa daerah.
Sekitar 30 persen pemerintah daerah di Indonesia dinilai tidak mampu membiayai pengangkatan ASN baru, sehingga pemerintah pusat memutuskan untuk menunda pengangkatan secara nasional.
Namun, Samarinda sendiri tidak mengalami kendala tersebut.
“Di Samarinda sendiri, anggaran sudah disiapkan, baik untuk CPNS maupun PPPK. Tapi karena ada regulasi dari pusat, ya mau tidak mau kita mengikuti. SK sudah ada, tapi belum kami cetak dan keluarkan. Kami memang menunggu semua proses selesai dulu,” ujar Samlian Noor, Senin (10/3/2025).
Dari hasil seleksi CPNS 2024 di Samarinda, terdapat 100 formasi dengan 96 orang yang dinyatakan lulus. Sementara itu, PPPK tahap pertama membuka 2.200 formasi dengan 4.078 pelamar dari berbagai bidang, dan 1.303 orang telah dinyatakan lulus.
Dr. Sani Bin Husain menilai kebijakan penundaan ini sangat merugikan peserta yang telah dinyatakan lulus serta menghambat efektivitas pelayanan publik di daerah. Ia menegaskan bahwa penundaan ini hanya akan memperberat beban ASN yang sudah ada, sementara instansi pemerintah semakin kekurangan tenaga kerja.
“Banyak instansi di daerah yang sangat membutuhkan tenaga kerja tambahan untuk meningkatkan pelayanan publik. Penundaan pengangkatan hanya akan membuat pelayanan semakin terhambat,” tegas Dr. Sani saat dikonfirmasi, Selasa 11/3/25.
Selain itu, ia turut menyoroti nasib para peserta yang telah mengundurkan diri dari pekerjaan lama demi menjadi ASN, namun kini harus menunggu tanpa kepastian.
“Kasihan mereka sudah resign dari pekerjaan lama, terkatung-katung hampir setahun, nggak jelas nasibnya,” lanjutnya.
Dengan kondisi ini, Dr. Sani mendesak pemerintah pusat untuk mempertimbangkan ulang kebijakan penundaan ini, setidaknya memberikan fleksibilitas bagi daerah yang telah siap secara anggaran untuk segera mengangkat ASN baru.