Samarinda, Rilismedia.co – Rencana penerapan sistem parkir berlangganan digital di Kota Samarinda terus menjadi pembahasan. Skema ini digadang-gadang mampu menekan praktik juru parkir liar (jukir) sekaligus meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Meski demikian, Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, mengingatkan Pemerintah Kota agar tidak hanya berfokus pada penghapusan jukir liar. Menurutnya, akar persoalan yang membuat praktik tersebut terus tumbuh justru terletak pada faktor ekonomi.
“Masalah jukir liar ini sudah masuk ke urusan perut. Kalau pemerintah tidak melihat sisi ini, potensi kriminalitas malah bisa meningkat,” tegas Samri beberapa waktu lalu.
Samri menilai, penerapan sistem parkir berlangganan memang positif dari sisi peningkatan PAD dan transparansi retribusi. Dalam skema ini, pengguna kendaraan dikenakan tarif Rp1 juta per tahun untuk roda empat dan Rp480 ribu untuk roda dua. Pemegang langganan akan mendapatkan kartu serta stiker resmi sehingga terbebas dari pungutan tunai di lapangan.
Namun, ia mengingatkan bahwa keberhasilan sistem ini tidak cukup hanya mengandalkan digitalisasi. Pemerintah harus berani mengatasi persoalan sosial yang mendasari maraknya jukir liar.
“Jangan hanya mengejar target PAD, tapi kemudian menghilangkan pekerjaan orang. Yang terjadi nanti, mereka hanya pindah lokasi, bukan berhenti,” kritiknya.
Samri bahkan mengusulkan agar jukir liar diberdayakan dan difasilitasi untuk masuk ke sistem resmi. Ia mencontohkan, jika seorang jukir liar memperoleh Rp3 juta per bulan, pemerintah bisa menawarkan gaji Rp2 juta dan mengalihkan Rp1 juta ke kas daerah.
“Masyarakat juga merasa lebih aman karena tidak ada pungli, dan PAD tetap masuk,” jelasnya.
Menurutnya, kunci perbaikan ada pada pengelolaan yang baik, bukan sekadar menaikkan retribusi.
“Kalau semua dikelola dengan benar, masyarakat tetap bayar, PAD naik, jukir sejahtera, dan kota jadi lebih tertib. Tapi pemerintah jangan lupa: akar masalahnya ada di situ, bukan cuma soal retribusi, tapi soal kebutuhan hidup,” pungkasnya.