Kutai Timur, Rilismedia.co — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur (Kutim) dinilai memiliki sistem penanganan rabies yang responsif dan terstruktur. Setiap laporan gigitan hewan langsung ditangani dokter hewan Kecamatan, hewan penggigit diobservasi hingga 14 hari, dan bila ditemukan gejala mencurigakan, sampel segera dikirim ke Balai Veteriner Samarinda untuk pemeriksaan PCR.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP) Kutim, Dyah Ratnaningrum, mengatakan pelaporan cepat dari masyarakat menjadi elemen kunci keberhasilan penanganan.
“Warga sudah terbiasa menyimpan nomor dokter hewan setempat. Jadi ketika ada gigitan, laporan masuk saat itu juga,” ujarnya.
Dalam prosedur penanganan, hewan yang menggigit manusia tidak langsung dieliminasi, tetapi diobservasi selama 14 hari.
Apabila hewan tersebut mati dalam masa observasi atau menunjukkan gejala rabies, bagian kepala hewan dikirim ke Samarinda untuk diuji PCR, metode penegakan diagnosis yang dianggap paling akurat.
“PCR adalah standar emas. Hanya itu yang bisa memastikan status rabies hewan,” jelas Dyah.
Jika hasil PCR dinyatakan positif, DTPHP bergerak cepat mengoordinasikan penanganan korban ke Dinas Kesehatan agar mendapatkan vaksin anti rabies (VAR) maupun serum anti rabies (SAR).
Dyah menegaskan bahwa rabies adalah penyakit dengan tingkat fatalitas hampir 100 persen jika terlambat ditangani. Karena itu, ketepatan waktu penanganan menjadi aspek paling krusial.
Ia menambahkan bahwa, hingga beberapa tahun terakhir Kutim tidak mencatat kasus rabies pada manusia.
Tingginya kesadaran masyarakat, untuk segera melapor serta peran aktif petugas lapangan disebut menjadi faktor keberhasilan.
Pemerintah daerah tetap berkomitmen memperkuat upaya pencegahan melalui vaksinasi hewan pembawa rabies dan edukasi ke desa-desa.
“Rabies tidak boleh dianggap remeh. Penanganannya harus kuat dari hulu hingga hilir,” tandasnya. (Adv-Diskominfo Kutim/Andika)






