Samarinda, Rilismedia.co — Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Prawiro Indonesia Kalimantan Timur mengecam keras sikap perwakilan PT Delta Ayu yang dinilai arogan dan melecehkan institusi hukum, dalam pertemuan pada 23 Juni 2025 malam di Sekretariat DPD Prawiro, Jalan Arjuna, Samarinda.
Pertemuan itu dihadiri tiga utusan PT Delta Ayu yang datang untuk menawarkan dana tali asih sebesar Rp150 juta kepada pemilik kapal KM. Berkah Sinta Al-Khair, M. Musliadi alias Habib Adi. Dana itu dimaksudkan sebagai penyelesaian kasus tabrakan kapal pada Januari 2025.
Namun tawaran tersebut langsung ditolak.
“Kami menolak mentah-mentah. Ini bukan soal uang, ini soal keadilan,” tegas Sekretaris DPD Prawiro Kaltim, Achmad Jayansyah, Rabu malam (30/7).
Jayansyah menyebut, utusan PT Delta Ayu bahkan menyarankan agar dana itu dibagi dengan Prawiro.
“Mereka mengiming-imingi Kami agar mau ambil bagian dari dana itu, dan ini pelecehan terhadap perjuangan kami yang murni untuk membela korban. Kami tidak bisa dibeli,” ujarnya geram.
Situasi memanas saat salah satu utusan PT Delta Ayu diduga menyebut bahwa laporan Prawiro ke Polda Kaltim tidak akan ditindaklanjuti.
“Saya kaget. Siapa mereka ini sampai merasa bisa intervensi institusi hukum? Mereka bukan aparat, hanya warga sipil. Ucapan seperti itu sangat melecehkan dan memberi kesan bahwa mereka berada di atas hukum,” ujarnya tegas.
Jayansyah mengatakan, pernyataan provokatif juga dilontarkan saat Prawiro meminta pemilik PT Delta Ayu, Yudi Gunadi, untuk hadir.
“Salah satu dari mereka bilang, kalau Kapolda berani memanggil owner mereka, maka Kapolda itu akan dicopot, dan tentunya ini pernyataan serius yang mencoreng institusi penegak hukum,” kata Jayansyah.
Kasus ini berawal dari tabrakan kapal milik PT Delta Ayu, yakni TB. Delta Ayu 628 dan tongkang BG. Kalimantan Persada 01, yang menabrak kapal KM. Berkah Sinta Al-Khair. Akibatnya, kapal rusak parah dan tidak bisa digunakan. Kapal tersebut sebelumnya digunakan untuk mengangkut logistik Pondok Madrasah Islam Al-Khair.
“Banyak yang tidak bisa bergerak. Kebutuhan pondok tersendat. Ini bukan sekadar kerugian ekonomi, tapi krisis kemanusiaan,” jelas Jayansyah.
Prawiro kini mengadvokasi kasus ini melalui jalur hukum dan melaporkan ke berbagai instansi, termasuk Polairud Polres Kukar dan KSOP Samarinda.
“Kami langsung bergerak. Ini bukan sekadar soal kompensasi materi, ini soal tegaknya keadilan bagi rakyat kecil yang dirugikan,” ucap Jayansyah.
Prawiro menolak segala bentuk penyelesaian sepihak dan mendesak aparat hukum untuk bertindak objektif dan tidak tunduk pada tekanan.
“Kami menolak segala bentuk penyelesaian sepihak yang tidak adil, dan Kami akan kawal kasus ini sampai ada kejelasan hukum dan keadilan benar-benar ditegakkan,” tegasnya.
“Ini bukan hanya tentang kerusakan kapal, tapi ancaman nyata terhadap sistem keadilan Kita jika dibiarkan, dan Kami tidak akan mundur,” pungkasnya.
Jayansyah juga mengingatkan bahwa intimidasi terhadap pencari keadilan tidak boleh dibiarkan.
“Kami berdiri untuk mereka yang suaranya tak terdengar. Jika hukum tak bisa melindungi yang lemah, maka demokrasi ini patut dipertanyakan,” tandasnya.