Lahan Warga di Palaran Longsor Akibat Aktivitas Tambang, Pemilik akan Tempuh Jalur Hukum

Rilismedia.co Kaltim — Koh Andri, pemilik lahan di Kelurahan Bukuan dan Bantuas, Kecamatan Palaran, Samarinda, menjadi korban longsor lahan yang diduga akibat aktivitas pertambangan di kawasan tersebut.

Kerusakan lahan yang mencapai beberapa hektar ini memicu tuntutan ganti rugi dan reklamasi dari Koh Andri kepada perusahaan tambang dan instansi terkait.

Bacaan Lainnya

Koh Andri mengaku telah menempuh berbagai jalur komunikasi dan administrasi sejak 2023, termasuk mengirim surat ke perusahaan tambang, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda, DLH Provinsi Kalimantan Timur, Inspektorat Tambang, Gakkum KLHK, WALHI, dan Ombudsman.

Alih-alih ditindaklanjuti, hingga saat ini dikatan Koh Andri hasilnya masih nihil alias tidak ada respon konkret.

“Saya sudah mengirim surat ke mereka sejak 2023, tapi tidak ada respons. Tahun lalu (2024) saya kirim surat lagi, tetap tidak ada jawaban. Akhirnya, saya melaporkan ke DPRD,” ujar Koh Andri saat diwawancarai di Samarinda, Kamis (13/2/2025).

Koh Andri menjelaskan bahwa pada 2019, ia menandatangani kontrak kerjasama pemanfaatan lahan untuk pertambangan dengan jangka waktu tiga tahun. Kontrak tersebut berakhir pada 2022. Namun, di tengah proses tersebut, lahan miliknya di lokasi lain mengalami longsor yang diduga akibat eksploitasi tambang.

“Kami ingin memastikan bahwa kewajiban reklamasi benar-benar dilakukan agar lingkungan tidak semakin rusak. Kami juga berencana membangun Palaran menjadi lebih baik, bukan meninggalkan bekas lubang tambang yang tidak direklamasi,” tegasnya.

Koh Andri menambahkan, upaya untuk menerbitkan sertifikat tanah di lahan tersebut melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) ditolak akibat kondisi lahan yang longsor.

“Karena tidak ada alternatif lain, kami akan menempuh jalur hukum sesuai arahan dari DLH,” ujarnya.

Diketahui sebelumnya, jajaran DPRD Samarinda temah turun ke lokasi meninjau langsung. Di sana pihak perusahaan tambang sempat menjanjikan perbaikan dalam dua bulan. Namun, Koh Andri menyatakan ketidakpercayaannya terhadap janji tersebut.

“Kondisi lahan sudah sangat rusak. Tidak mungkin diperbaiki tanpa ganti rugi atau solusi lain,” tegasnya.

Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar, mengungkapkan bahwa masih ada perusahaan tambang yang beroperasi di lahan warga tanpa menyelesaikan dampak longsor.

“Kami menerima laporan dari warga terkait tambang yang masih beroperasi di lahan yang belum selesai. Pemprov dan Pemkot harus turun tangan membantu menyelesaikan permasalahan ini,” ujar Anhar.

Anhar menegaskan bahwa dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemkot Samarinda, telah ditetapkan komitmen untuk menjadikan Samarinda sebagai zona bebas tambang pada 2026.

“Saya mendorong seluruh pemangku kebijakan terkait izin tambang untuk menghentikan dan mencabut izin pertambangan pada 2026 mendatang. Hak pemilik lahan juga harus segera diselesaikan,” tegasnya.

Ia juga meminta DLH dan Inspektur Pertambangan untuk segera turun tangan menghentikan aktivitas tambang yang merugikan masyarakat.

“Pastikan reklamasi dilakukan agar lingkungan tidak semakin rusak dan rencana pembangunan Kota Mandiri dapat terlaksana dengan baik,” tutup Anhar.

Koh Andri berharap agar permasalahan ini segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang.

“Kami ingin memastikan bahwa kewajiban reklamasi benar-benar dilakukan agar lingkungan tidak semakin rusak dan rencana pembangunan Kota Mandiri bisa terlaksana dengan baik,” harapnya.

Dengan semakin parahnya kerusakan lahan dan minimnya respons dari instansi terkait, warga seperti Koh Andri terpaksa menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan haknya.(X)

banner 400x130

Pos terkait