Fakta-fakta Korupsi Tata Kelola Minyak di Pertamina

Rilismedia.co Jakarta — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menahan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk pada PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Penahanan dilakukan pada Senin (24/2) lalu. Tujuh tersangka tersebut terdiri dari empat pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta.

Daftar Tersangka:

Bacaan Lainnya

1. Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

2. SDS, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.

3. YF, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

4. AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International.

5. MKAN, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

6. DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.

7. YRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Mera.

Kerugian Negara Mencapai Rp193,7 Triliun

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menyatakan bahwa kasus ini telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun. Kerugian tersebut berasal dari beberapa komponen, termasuk kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor BBM melalui broker, serta kerugian akibat pemberian kompensasi dan subsidi karena harga minyak yang melambung tinggi.

Modus Korupsi: Pertalite Dioplos Jadi Pertamax

Salah satu modus korupsi yang terungkap adalah penyimpangan spesifikasi minyak yang dibeli melalui mekanisme impor. Tersangka RS diduga membeli minyak jenis RON 90 (Pertalite) tetapi mencatatnya sebagai RON 92 (Pertamax). Minyak tersebut kemudian dioplos di depot penyimpanan untuk menaikkan nilai oktannya menjadi RON 92. Padahal, pembelian minyak mentah impor seharusnya mengutamakan pasokan dari dalam negeri.

Qohar menjelaskan bahwa tersangka RS, SDS, dan AP diduga telah melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) untuk menurunkan kesiapan produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya.

Pertamina Bantah Adanya Oplosan di SPBU

PT Pertamina (Persero) membantah adanya praktik pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax di SPBU milik Pertamina. VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa masyarakat mendapatkan bahan bakar sesuai dengan yang mereka beli. Menurutnya, Kejaksaan Agung tidak menyebut adanya dugaan pengoplosan RON 90 menjadi Pertamax, melainkan sedang mendalami pembelian RON 90 dan RON 92 oleh sejumlah pejabat Pertamina.

Penggeledahan dan Penyitaan Aset

Kejaksaan Agung juga melakukan penggeledahan di rumah saudagar minyak Mohammad Riza Chalid, yang merupakan ayah dari tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR). Penggeledahan dilakukan di Plaza Asia lantai 20 dan di Jalan Jenggala, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Selain itu, penyidik Kejagung menyita uang tunai senilai Rp971.046.000 dari rumah tersangka Dimas Werhaspati (DW). Uang tersebut terdiri dari 20.000 dolar Singapura (sekitar Rp244.146.000), 20.000 dolar AS (sekitar Rp326.900.000), dan 4.000 lembar uang pecahan Rp100.000 (total Rp400 juta).

Kasus dugaan korupsi ini menimbulkan kerugian negara yang sangat besar, mencapai Rp193,7 triliun. Kejaksaan Agung terus melakukan penyelidikan mendalam terhadap para tersangka, termasuk melakukan penggeledahan dan penyitaan aset. Sementara itu, Pertamina memastikan bahwa tidak ada praktik pengoplosan bahan bakar di SPBU miliknya, meskipun kasus ini telah menimbulkan keresahan di masyarakat.

banner 400x130

Pos terkait