Rilismedia.co — Kota Samarinda memiliki kerawanan bencana yang tinggi. Banjir, kebakaran, tanah longsor, hingga angin kencang berpotensi terjadi setiap saat dan mengancam keselamatan masyarakat, termasuk peserta didik.
Curah hujan tahunan mencapai sekitar 1.900–2.300 mm, sehingga banjir sering melanda banyak wilayah akibat luapan drainase saat hujan deras.
Daerah rawan banjir juga terbilang luas. Lebih dari separuh wilayah kota masuk kategori rawan banjir menurut pemetaan risiko. Bahkan pada 29 November 2025, banjir masih merendam 37 titik di berbagai kecamatan, dengan ketinggian air 20–50 cm dan membuat warga harus dievakuasi. Potensi kerugian pun tidak kecil. Pada peristiwa banjir besar 2019, kerusakan dan dampaknya diperkirakan mencapai sekitar Rp40 miliar.
Di sisi lain, jumlah sekolah dan siswa di Samarinda sangat besar, mulai dari sekolah dasar hingga menengah. Puluhan ribu siswa menempuh pendidikan di ratusan sekolah negeri maupun swasta. Artinya, jika bencana terjadi di lingkungan pendidikan, dampaknya bisa langsung menyasar populasi dalam jumlah besar dan berisiko menimbulkan korban jiwa.
Atas kondisi tersebut, DPRD Kota Samarinda menilai sekolah harus menjadi prioritas dalam mitigasi dan kesiapsiagaan bencana. Langkah konkret dilakukan melalui pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).
Rapat penyempurnaan Raperda ini digelar di ruang Paripurna DPRD Samarinda pada Selasa, 2 Desember 2025 lalu. Rapat dipimpin oleh Abdu Rohim, SP dengan menghadirkan mitra penyusun dari UIN Sultan Aji Muhammad Idris serta berbagai OPD terkait seperti Dinas Pendidikan, BPBD, PUPR, DP2PA, Dishub, dan Damkar Samarinda.
Ketua Pansus, Dr. Sani Bin Husain, menegaskan bahwa komitmen pemerintah daerah dalam mewujudkan sekolah aman bencana tidak bisa lagi ditunda. Apalagi sekolah merupakan tempat anak menghabiskan sebagian besar waktunya selain di rumah.
“Kita berkomitmen untuk mengawal implementasi Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) di seluruh sekolah dasar dan menengah di Kota Samarinda,” tegas Sani dalam keterangan tertulisnya.
Berbagai masukan dari akademisi dan praktisi pendidikan juga mewarnai penyempurnaan Raperda ini agar nantinya implementatif dan berpihak pada keselamatan siswa. Sani menyadari bahwa aturan tersebut akan membawa konsekuensi tambahan bagi sekolah maupun pemerintah daerah. Namun menurutnya, tanggung jawab besar itu tetap harus dipikul demi keselamatan generasi muda.
“Jika raperda disahkan menjadi perda, tentulah sangat merepotkan dan menambah berat tugas kita. Tapi lebih baik kita menangis sekarang mempersiapkan semua terkait SPAB daripada menangis nanti saat mengangkat jenazah anak-anak kita yang jadi korban bencana di sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman kedua setelah rumahnya,” pungkas Sani.
Melalui penguatan regulasi ini, DPRD berharap seluruh sekolah di Samarinda memiliki standar mitigasi bencana yang jelas, latihan rutin kesiapsiagaan, pemetaan risiko bangunan, serta jalur evakuasi yang memadai. Tujuannya agar memastikan seluruh siswa bisa belajar dengan aman meski kota ini masih harus terus berdamai dengan ancaman bencana yang berulang.






