BEM Se-Kalimantan Tolak Rencana Transmigrasi 2025–2029, Tegaskan “Kalimantan Bukan Tanah Kosong”

Rilismedia.co, Samarinda – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Kalimantan menyatakan sikap menolak rencana prioritas kawasan transmigrasi tahun 2025–2029 yang menetapkan sebagian besar wilayah Kalimantan sebagai tujuan utama. Pernyataan ini disampaikan melalui keterangan tertulis Koordinator Pusat BEM Se-Kalimantan, Andi Muhammad Akmal, pada Kamis (11/7).

Dalam pernyataannya, BEM Se-Kalimantan menilai rencana transmigrasi yang didorong oleh RPJMN Kementerian Transmigrasi mencerminkan cara pandang pemerintah pusat yang keliru terhadap Kalimantan.

Bacaan Lainnya

“Rencana ini, yang didorong oleh RPJMN Kementerian Transmigrasi, memperlihatkan betapa Kalimantan masih dipandang sebagai ruang kosong yang bisa diisi sesuka hati, tanpa mempertimbangkan keberadaan masyarakat lokal, adat, dan ekosistem yang telah lama hidup berdampingan di dalamnya,” tulis dalam keterangannya.

Aliansi mahasiswa dari berbagai universitas di Kalimantan itu menegaskan bahwa pulau mereka bukanlah lahan kosong yang bebas diintervensi oleh kebijakan luar, apalagi tanpa keterlibatan masyarakat lokal. Mereka menolak anggapan bahwa Kalimantan dapat menjadi solusi atas permasalahan kepadatan penduduk di wilayah lain.

“Kalimantan bukan tanah kosong. Ia adalah rumah bagi banyak komunitas adat, kearifan lokal, dan keanekaragaman hayati yang selama ini justru menjadi benteng terakhir dari krisis ekologis yang melanda negeri ini,” tegas Andi Akmal.

Pernyataan tersebut juga mempertanyakan apakah pemerintah benar-benar belajar dari masa lalu, khususnya dampak negatif dari transmigrasi yang pernah memicu konflik agraria dan marginalisasi warga lokal.

“Melihat wilayah kami kembali menjadi sasaran program transmigrasi dalam skala besar, kami mempertanyakan apakah negara benar-benar belajar dari sejarah panjang konflik agraria, ketimpangan sosial, dan marginalisasi warga lokal yang pernah terjadi pada era transmigrasi sebelumnya,” terangnya.

Menurut BEM Se-Kalimantan, program transmigrasi yang dipaksakan tanpa kajian dan partisipasi justru memperkuat pola pembangunan yang eksploitatif. Hal ini diperparah dengan kondisi Kalimantan yang saat ini sudah tertekan oleh aktivitas industri ekstraktif.

“Transmigrasi yang dipaksakan tanpa kajian mendalam dan partisipasi aktif masyarakat hanya akan melanggengkan pola pembangunan yang eksploitatif dan tidak berpihak. Di tengah gempuran industri ekstraktif seperti tambang, sawit, dan proyek Ibu Kota Negara (IKN), penambahan jumlah penduduk dari luar secara besar-besaran berpotensi memperburuk krisis lingkungan dan mempercepat kerusakan wilayah kami,” lebih lanjut.

Selain itu, BEM Se-Kalimantan juga menyoroti tidak adanya konsultasi publik yang terbuka dan adil.

“Kami juga menyoroti bahwa hingga saat ini, belum ada proses konsultasi publik yang terbuka dan adil untuk membicarakan peta transmigrasi ini. Pemerintah seolah menjalankan agenda pembangunan secara sepihak, tanpa mendengar suara dari akar rumput.”

BEM Se-Kalimantan dengan tegas menyatakan sikap menolak transmigrasi yang tidak berpihak, dan menuntut keterlibatan aktif masyarakat Kalimantan dalam setiap proses pembangunan.

“Atas dasar itu, kami menyatakan sikap, menolak segala bentuk kebijakan transmigrasi yang tidak adil, tidak partisipatif, dan tidak berpihak pada masyarakat lokal maupun kelestarian lingkungan Kalimantan,” demikian pernyataan tegas dari Kordinator BEM Se-Kaltim.

“Kalimantan bukan pelengkap pembangunan nasional. Kami bukan penonton atas keputusan pusat. Kami adalah bagian dari Indonesia yang berdaulat, berhak bicara, dan harus dilibatkan.”

Pernyataan tersebut ditutup dengan penegasan sikap kolektif mahasiswa Kalimantan:

“Maka hari ini, kami berdiri menyatakan sikap: Kalimantan bukan tanah kosong, dan kami menolak menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpijak pada keadilan sosial dan ekologi.”

Pos terkait