Samarinda, Rilismedia.co – Ribuan warga memadati kawasan Samarinda Seberang meski diguyur hujan deras demi menyaksikan puncak Festival Ketupat 2025 yang berlangsung selama tiga hari, sejak Jumat (16/5) hingga Minggu (18/5/2025) di Kampung Ketupat.
Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, memberikan apresiasi atas suksesnya gelaran budaya tersebut. Ia mendorong agar Kampung Ketupat tak hanya menjadi lokasi event tahunan, melainkan ditetapkan sebagai kawasan budaya permanen.
“Kampung Ketupat layak dijadikan kawasan budaya permanen, tidak sekadar kampung budaya musiman,” tegas politisi PKS itu, Minggu (18/5/2025).
Samri menilai, Festival Ketupat bukan hanya ajang selebrasi, tetapi momentum untuk membangkitkan ekonomi masyarakat sekaligus memperkenalkan potensi wisata lokal yang selama ini kurang terekspos. Ia meyakini, penetapan kawasan budaya permanen akan membuka peluang intervensi kebijakan dari pemerintah.
“Kalau hanya seremonial, efeknya sesaat. Tapi kalau ditetapkan, bisa ada dukungan anggaran, penataan infrastruktur, dan promosi wisata secara berkelanjutan,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan telah menyampaikan usulan kepada Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) agar Festival Ketupat dimasukkan ke dalam agenda resmi tahunan Pemkot Samarinda.
“Ke depan, festival ini idealnya dirangkai dengan peringatan Hari Jadi Kota Samarinda agar mendapat alokasi anggaran khusus,” tambahnya.
Sementara itu, Wali Kota Samarinda Andi Harun, yang hadir dalam penutupan festival, turut memberikan pandangannya. Ia menyebut ketupat sebagai simbol kearifan lokal yang sarat makna.
“Ketupat bukan sekadar makanan. Ia mencerminkan nilai gotong royong, kesederhanaan, dan perjuangan. Setiap anyamannya memiliki filosofi kehidupan,” ujar Andi Harun.
Festival ini, kata dia, merupakan perayaan identitas budaya masyarakat Samarinda Seberang yang telah dirintis sejak 2017, dan kini berkembang menjadi destinasi wisata unggulan kota.
Andi Harun menegaskan komitmen Pemkot untuk mengembangkan Kampung Ketupat, baik dari sisi infrastruktur maupun konsep festival yang lebih kolaboratif ke depannya.
“Ini warisan budaya yang tak ternilai. Tidak ada pilihan selain kita jaga, rawat, dan kembangkan,” pungkasnya. (adv/syf)